(Wafat 45H)
Hafshah binti Umar bin Khaththab adalah putri seorang laki-laki
yang terbaik dan mengetahui hak-hak Allah dan kaum muslimin. Umar bin Khaththab
adalah seorang penguasa yang adil dan memiliki hati yang sangat khusyuk.
Pernikahan Rasulullah . dengan Hafshah merupakan bukti cinta kasih beliau kepada
mukminah yang telah menjanda setelah ditinggalkan suaminya, Khunais bin Hudzafah
as-Sahami, yang berjihad di jalan Allah, pernah berhijrah ke Habasyah, kemudian
ke Madinah, dan gugur dalam Perang Badar. Setelah suami anaknya meninggal,
dengan perasaan sedih, Urnar menghadap Rasulullah untuk mengabarkan nasib
anaknya yang menjanda. Ketika itu Hafshah berusia delapan belas tahun. Mendengar
penuturan Umar, Rasulullah memberinya kabar gembira dengan mengatakan bahwa
beliau bersedia menikahi Hafshah.
Jika kita menyebut narna Hafshah, ingatan kita akan tertuju pada jasa-jasanya
yang besar terhadap kaum muslimin saat itu. Dialah istri Nabi yang pertama kali
menyimpan Al-Qur’an dalam bentuk tulisan pada kulit, tulang, dan pelepah kurma,
hingga kemudian menjadi sebuah kitab yang sangat agung.
Nasab dan Masa
Pertumbuhannya
Nama lengkap Hafshah adalah Hafshah binti Umar bin Khaththab bin Naf’al bin
Abdul-Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurt bin Rajah bin Adi bin Luay dari suku
Arab Adawiyah. Ibunya adalah Zainab binti Madh’un bin Hubaib bin Wahab bin
Hudzafah, saudara perempuan Utsman bin Madh’un. Hafshah dilahirkan pada tahun
yang sangat terkenal dalam sejarah orang Quraisy, yaitu ketika Rasullullah .
memindahkan Hajar Aswad ke tempatnya semula setelah Ka’bah dibangun kembali
setelah roboh karena banjir. Pada tahun itu juga dilahirkan Fathimah az-Zahra,
putri bungsu Rasulullah dari empat putri, dan kelahirannya disambut gembira oleh
beliau.
Beberapa hari setelah Fathimah lahir, lahirlah Hafshah binti Umar bin
Khaththab. Mendengar bahwa yang lahir adalah bayi wanita, Umar sangat berang dan
resah, sebagaimana kebiasaan bapak-bapak Arab Quraisy ketika mendengar berita
kelahiran anak perempuannya. Waktu itu mereka menganggap bahwa kelahiran anak
perempuan telah membawa aib bagi keluarga. Padahal jika saja ketika itu Umar
tahu bahwa kelahiran anak perempuannya akan membawa keberuntungan, tentu Umar
akan menjadi orang yang paling bahagia, karena anak yang dinamai Hafshah itu
kelak menjadi istri Rasulullah. Di dalam Thabaqat, Ibnu Saad berkata, “Muhammad
bin Umar berkata bahwa Muhammad bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari kakeknya,
Umar mengatakan, ‘Hafshah dilahirkan pada saat orang Quraisy membangun Ka’bah,
lima tahun sebe1um Nabi diutus menjadi Rasul.”
Sayyidah Hafshah r.a. dibesarkan dengan mewarisi sifat ayahnya, Urnar bin
Khaththab. Dalarn soal keberanian, dia berbeda dengan wanita lain,
kepribadiannya kuat dan ucapannya tegas. Aisyah melukiskan bahwa sifat Hafshah
sarna dengan ayahnya. Kelebihan lain yang dirniliki Hafshah adalah kepandaiannva
dalarn rnernbaca dan menulis, padahal ketika itu kernampuan tersebut belum
lazirn dirniliki oleh kaurn perempuan.
Memeluk Islam
Hafshah tidak termasuk ke dalam golongan orang yang pertama masuk Islam,
karena ketika awal-awal penyebaran Islam, ayahnya, Urnar bin Khaththab, masih
menjadi musuh utama umat Islam hingga suatu hari Umar tertarik untuk masuk
Islam. Ketika suatu waktu Umar mcngetahui keislarnan saudara perernpuannya,
Fathimah dan suarninya Said bin Zaid, dia sangat marah dan berniat menyiksa
mereka. Sesampainya di rumah saudara perempuannya, Umar mendengar bacaan
Al-Qur’an yang mengalun dan dalam rumah, dan memuncaklah amarahnya ketika dia
memasuki rumah tersebut. Tanpa ampun dia menampar mereka hingga darah mengucur
dari kening keduanya. Akan tetapi, hal yang tidak terduga terjadi, hati Umar
tersentuh ketika meihat darah mengucur dari dahi adiknya, kernudian
diarnbilnyalah Al Qur’an yang ada pada mereka. Ketika selintas dia membaca awal
surat Thaha, terjadilah keajaiban. Hati Umar mulai diterangi cahaya kebenaran
dan keimanan. Allah telah mengabulkan doa Nabi . yang mengharapkan agar Allah
membuka hati salah seorang dari dua Umar kepada Islam. Yang dimaksud Rasulullah
dengan dua Umar adalah Amr bin Hisyam atau lebih dikenal dengan Abu Jahl dan
Umar bin Khaththab.
Setelah kejadian itu, dari rumah adiknya dia segera menuju Rasulullah dan
menyatakan keislaman di hadapan beliau, Umar bin Khaththab bagaikan bintang yang
mulai menerangi dunia Islam serta mulai mengibarkan bendera jihad dan dakwah
hingga beberapa tahun setelah Rasulullah wafat. Setelah menyatakan keislaman,
Umar bin Khaththab segera menemui sanak keluarganya untuk mengajak mereka
memeluk Islam. Seluruh anggota keluarga menerima ajakan Umar, termasuk di
dalamnya Hafshah yang ketika itu baru berusia sepuluh tahun.
Menikah dan Hijrah ke
Madinah
Keislaman Umar membawa keberuntungan yang sangat besar bagi kaum muslimin
dalam menghadapi kekejaman kaum Quraisy. Kabar keislaman Umar ini mernotivasi
para muhajirin yang berada di Habasyah untuk kembali ke tanah asal rnereka
setelah sekian larna ditinggalkan. Di antara mereka yang kembali itu terdapat
seorang pemuda bernama Khunais bin Hudzafah as-Sahami. Pemuda itu sangat
mencintai Rasulullah sebagaimana dia pun mencintai keluarga dan kampung
halamannya. Dia hijrah ke Habasyah untuk rnenyelamatkan diri dan agamanya.
Setibanya di Mekah, dia segera mengunjungi Umar bin Khaththab, dan di sana dia
melihat Hafshah. Dia meminta Umar untuk menikahkan dirinya dengan Hafshah, dan
Umar pun merestuinya. Pernikahan antara mujahid dan mukminah mulia pun
berlangsung. Rumah tangga mereka sangat berbahagia karena dilandasi keirnanan
dan ketakwaan.
Ketika Allah menerangi penduduk Yatsrib sehingga memeluk Islam, Rasulullah.
menernukan sandaran baru yang dapat membantu kaum muslimin. Karena itulah beliau
mengizinkan kaum muslimin hijrah ke Yatsrib untuk menjaga akidah mereka
sekaligus menjaga mereka dan penyiksaan dan kezaliman kaum Quraisy. Dalam hijrah
ini, Hafshah dan suaminya ikut serta ke Yatsrib.
Cobaan dan Ganjaran
Setelah kaum muslirnin berada di Madinah dan Rasulullah . berhasil menyatukan
mereka dalam satu barisan yang kuat, tiba saatnya bagi mereka untuk menghadapi
orang musyrik yang telah memusuhi dan mengambil hak mereka. Selain itu, perintah
Allah untuk berperang menghadapi orang musyrik sudah tiba.
Peperangan pertarna antara umat Islam dan kaum musyrik Quraisy adalah Perang
Badar. Dalam peperangan ini, Allah telah menunjukkan kemenangan bagi harnba-
hamba-Nya yang ikhlas sekalipun jumlah mereka masih sedikit. Khunais termasuk
salah seorang anggota pasukan muslimin, dan dia mengalami luka yang cukup parah
sekembalinya dari peperangan tersebut. Hafshah senantiasa berada di sisinya dan
mengobati luka yang dideritanya, namun Allah berkehendak memanggil Khunais
sebagai syahid dalam peperangan pertama melawan kebatilan dan kezaliman,
sehingga Hafshah menjadi janda. Ketika itu usia Hafshah baru delapan belas
tahun, namun Hafshah telah memiliki kesabaran atas cobaan yang menimpanya.
Umar sangat sedih karena anaknya telah menjadi janda pada usia yang sangat
muda, sehingga dalam hatinya terbetik niat untuk menikahkan Hafshah dengan
seorang muslim yang saleh agar hatinya kembali tenang. Untuk itu dia pergi ke
rumah Abu Bakar dan merninta kesediaannya untuk menikahi putrinya. Akan tetapi,
Abu Bakar diam, tidak menjawab sedikit pun.
Kemudian Umar menemui Utsman bin Affan dan meminta kesediaannya untuk
menikahi putrinya. Akan tetapi, pada saat itu Utsman masih berada dalam
kesedihan karena istrinya, Ruqayah binti Muhammad, baru meninggal. Utsman pun
menolak permintaan Umar. Menghadapi sikap dua sahabatnya, Uman sangat kecewa,
dan dia bertambah sedih karena memikirkan nasib putrinya. Kemudian dia menemui
Rasulullah dengan maksud mengadukan sikap kedua sahabatnya. Mendengar penuturan
Umar, Rasulullah . bersabda, “Hafshah akan menikah dengan seseorang yang lebih
baik daripada Utsman dan Abu Bakar. Utsman pun akan menikah dengan seseorang
yang lebih baik daripada Hafshah.” Semula Umar tidak memahami maksud ucapan
Rasulullah, tetapi karena kecerdasan akalnya, dia kemudian memahami bahwa
Rasulullah yang akan meminang putrinya.
Umar merasa sangat terhormat mendengar niat Rasulullah untuk menikahi
putrinya, dan kegernbiraan tampak pada wajahnya. Umar langsung menernui Abu
Bakar untuk mengutarakan maksud Rasulullah. Abu Bakar berkata, “Aku tidak
bermaksud menolakmu dengan ucapanku tadi, karena aku tahu bahwa Rasulullah telah
rnenyebut-nyebut nama Hafshah, namun aku tidak mungkin membuka rahasia beliau
kepadamu. Seandainya Rasulullah membiarkannya, tentu akulah yang akan menikahi
Hafshah.” Umar baru memahami mengapa Abu Bakar menolak menikahi putrinya.
Sedangkan sikap Utsman hanya karena sedih atas meninggalnya Ruqayah dan dia
bermaksud menyunting saudaranya, Ummu Kultsum, sehingga nasabnya dapat terus
bersambung dengan Rasulullah. Setelah Utsman menikah dengan Ummu Kultsum, dia
dijuluki dzunnuraini (pemilik dua cahaya). Pernikahan Rasulullah . dengan
Hafshah lebih dianggap sebagai penghargaan beliau terhadap Umar, di samping juga
karena Hafshah adalah seorang janda seorang mujahid dan muhajir, Khunais bin
Hudzafah as-Sahami.
Berada di Rumah
Rasulullah
Di rumah Rasulullah, Hafshah menempati kamar khusus, sama dengan Saudah binti
Zum’ah dan Aisyah binti Abu Bakar. Secara manusiawi, Aisyah sangat mencemburui
Hafshah karena mereka sebaya, lain halnya Saudah binti Zum’ah yang menganggap
Hafshah sebagai wanita mulia putri Umar bin Khaththab, sahabat Rasulullah yang
terhormat.
Umar memahami bagaimana tingginya kedudukan Aisyah di hati Rasulullah. Dia
pun rnengetahui bahwa orang yang rnenyebabkan kemarahan Aisyah sama halnya
dengan menyebabkan kemarahan Rasulullah, dan yang ridha terhadap Aisyah berarti
ridha terhadap Rasulullah. Karena itu Umar berpesan kepada putrinya agar
berusaha dekat dengan Aisyah dan mcncintainya. Selain itu, Umar meminta agar
Hafshah rnenjaga tindak-tanduknya sehingga di antara mereka berdua tidak terjadi
perselisihan. Akan tetapi, mcmang sangat manusiawi jika di antara mereka rnasih
saja terjadi kesalahpahaman yang bersumber dari rasa cemburu. Dengan lapang dada
Rasulullab . mendamaikan mereka tanpa menimbulkan kesedihan di antara istri –
istrinya.
Salah satu contoh adalah kejadian ketika Hafshah melihat Mariyah al-Qibtiyah
datang rnenemui Nabi dalam suatu urusan. Mariyah berada jauh dari masjid, dan
Rasulullah menyuruhnya masuk ke dalarn rumah Hafshah yang ketika itu sedang
pergi ke rumah ayahnya, dia melihat tabir karnar tidurnya tertutup, sementara
Rasulullah dan Mariyah berada di dalamnya. Melihat kejadian itu, amarah Hafshah
meledak. Hafshah menangis penuh amarah. Rasulullah berusaha membujuk dan
meredakan amarah Hafshah, bahkan beliau bersumpah rnengharamkan Mariyah baginya
kalau Mariyah tidak merninta maaf pada Hafshah, dan Nabi meminta agar Hafshah
rnerahasiakan kejadian tersebut.
Merupakan hal yang wajar jika istri-istri Rasulullah merasa cemburu terhadap
Mariyah, karena dialah satu-satunya wanita yang melahirkan putra Rasulullah
setelah Siti Khadijah r.a.. Kejadian itu segera menyebar, padahal Rasulullah
telah memerintahkan untuk menutupi rahasia tersebut. Berita itu akhirnya
diketahui oleh Rasulullah sehingga beliau sangat marah. Sebagian riwayat
mengatakan bahwa setelah kejadian tersebut, Rasulullah . menceraikan Hafshah,
namun beberapa saat kemudian beliau merujuknya kembali karena melihat ayah
Hafshah, Umar, sangat resah. Sementara riwayat lain menyebutkan bahwa Rasulullah
bermaksud menceraikan Hafshah, tetapi Jibril mendatangi beliau dengan maksud
memerintahkan beliau untuk mempertahankan Hafshah sebagai istrinya karena dia
adalah wanita yang berpendirian teguh. Rasulullah pun mempertahankan Hafshah
sebagai istrinya, terlebih karena tersebut Hafshah sangat menyesali perbuatannya
dengan membuka rahasia dan memurkakan Rasulullah .
Umar bin Khaththab mengingatkan putrinya agar tidak lagi membangkitkan amarah
Rasulullah dan senantiasa menaati serta mencari keridhaan beliau. Umar bin
Khaththab meletakkan keridhaan Rasulullah . pada tempat terpenting yang harus
dilakukan oleh Hafshah. Pada dasarnya, Rasulullah menikahi Hafshah karena
memandang keberadaan Umar dan merasa kasihan terhadap Hafshah yang ditinggalkan
suaminya. Allah menurunkan ayat berikut ini sebagai antisipasi atas isu-isu yang
tersebar.
“Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang telah Allah menghalalkannya
bagimu,- kamu mencari kesenangan hati istri -istrimu? Dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian
membebaskan diri dan sumpahmu; dan Allah adalah pelindungmu dan Dia Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara
rahasia kepada salah seorang dan istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa. Maka
tatkala (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah
memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Hafshah dengan Aisyah) kepada
Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberiitakan Allah
kepadanya) dan rnenyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafshah). Maka tatkala
(Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafshah dan Aisyah) lalu Hafshah
bertanya, ‘Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?’ Nabi menjawab,
‘Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu
berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu
membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah pelindungnya (begitu
pula) Jibril dan orang-orang mukrnin yang haik; dan selain dan itu
malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. Jika Nabi menceraikan kamu, boleh
jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik
daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang
mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda, dan yang perawan.” (Qs.
At-Tahrim:1-5)
Cobaan Besar
Hafshah senantiasa bertanya kepada Rasulullah dalam berbagai rnasalah, dan
hal itu menyebabkan marahnya Umar kepada Hafshah, sedangkan Rasulullah .
senantiasa memperlakukan Hafshah dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Beliau bersabda, “Berwasiatlah engkau kepada kaum wanita dengan baik.”
Rasulullah . pernah marah besar kepada istri-istrinya ketika mereka meminta
tambahan nafkah sehingga secepatnya Umar mendatangi rumah Rasulullah.
Umar melihat istri-istri Rasulullah murung dan sedih, sepertinya telah
terjadi perselisihan antara mereka dengan Rasulullah. Secara khusus Umar
memanggil putrinya, Hafshah, dan mengingatkannya untuk menjauhi perilaku yang
dapat membangkitkan amarah beliau dan menyadari bahwa beliau tidak memiliki
banyak harta untuk diberikan kepada mereka. Karena marahnya, Rasulullah
bersumpah untuk tidak berkumpul dengan istri-istri beliau selama sebulan hingga
mereka menyadari kesalahannya, atau menceraikan mereka jika mereka tidak
menyadari kesalahan. Kaitannya dengan hal ini, Allah berfirman,
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, jika kalian menghendaki
kehidupan dunia dan segala perhiasannya, maka kemarilah, aku akan memenuhi
keinginanmu itu dan aku akan menceraikanmu secara baik-baik. Dan jika kalian
menginginkan (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di kampung
akhirat, sesungguhnya Allah akan menyediakan bagi hamba-hamba yang baik di
antara kalian pahala yang besar. “ (QS. Al-Ahzab)
Rasulullah . menjauhi istri-istrinya selama sebulan di dalam sebuah kamar
yang disebut khazanah, dan seorang budak bernama Rabah duduk di depan pintu
kamar.
Setelah kejadian itu tersebarlah kabar yang meresahkan bahwa Rasulullah .
telah menceraikan istri-jstri beliau. Yang paling merasakan keresahan adalah
Urnar bin Khaththab, sehingga dia segera rnenemui putrinya yang sedang menangis.
Urnar berkata, “Sepertinya Rasulullah telah menceraikanmu.” Dengan terisak
Hafshah menjawab, “Aku tidak tahu.” Umar berkata, “Beliau telah menceraikanmu
sekali dan merujukmu lagi karena aku. Jika beliau menceraikanmu sekali lagi, aku
tidak akan berbicara dengan mu selama-lamanya.” Hafshah menangis dan menyesali
kelalaiannya terhadap suami dan ayahnya. Setelah beberapa hari Rasulullah
menyendiri, belum ada seorang pun yang dapat memastikan apakah beliau
menceraikan istri-istri beliau atau tidak. Karena tidak sabar, Umar mendatangi
khazanah untuk menemui Rasulullah yang sedang menyendiri. Sekarang ini Umar
menemui Rasulullah bukan karena anaknya, melainkan karena cintanya kepada beliau
dan merasa sangat sedih melihat keadaan beliau, di samping memang ingin
memastikan isu yang tersebar. Dia merasa putrinyalah yang menjadi penyebab
kesedihan beliau. Umar pun meminta penjelasan dari beliau walaupun di sisi lain
dia sangat yakin bahwa beliau tidak akan menceraikan istri – istri beliau. Dan
memang benar, Rasulullah . tidak akan menceraikan istri-istri beliau sehingga
Umar meminta izin untuk mengumumkan kabar gembira itu kepada kaum muslimin. Umar
pergi ke masjid dan mengabarkan bahwa Rasulullah . tidak menceraikan istri-istri
beliau. Kaum muslimin menyambut gembira kabar tersebut, dan tentu yang lebih
gembira lagi adalah istri-istri beliau.
Setelah genap sebulan Rasulullah menjauhi istri-istrinya, beliau kembali
kepada mereka. Beliau melihat penyesalan tergambar dari wajah mereka. Mereka
kembali kepada Allah dan Rasul-Nya. Untuk lebih meyakinkan lagi, beliau
rnengurnumkan penyesalan mereka kepada kaurn muslimin. Hafshah dapat dikatakan
sebagai istri Rasul yang paling menyesal sehingga dia mendekatkan diri kepada
Allah dengan sepenuh hati dan menjadikannya sebagai tebusan bagi Rasulullah.
Hafshah memperbanyak ibadah, terutama puasa dan shalat malam. Kebiasaan itu
berlanjut hingga setelah Rasulullah wafat. Bahkan pada masa kekhalifahan Abu
Bakar dan Urnar, dia mengikuti perkembangan penaklukan-penaklukan besar, baik di
bagian timur maupun barat.
Hafshah merasa sangat kehilangan ketika ayahnya meninggal di tangan Abu
Lu’luah. Dia hidup hingga masa kekhalifahan Utsman, yang ketika itu terjadi
fitnah besar antar muslirnin yang menuntut balas atas kematian Khalifah Utsman
hingga masa pembai’atan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ketika itu, Hafshah
berada pada kubu Aisyah sebagaimana yang diungkapkannya, “Pendapatku adalah
sebagaimana pendapat Aisyah.” Akan tetapi, dia tidak termasuk ke dalam golongan
orang yang menyatakan diri berba’iat kepada Ali bin Abi Thalib karena
saudaranya, Abdullah bin Umar, memintanya agar berdiam di rumah dan tidak keluar
untuk menyatakan ba’iat.
Tentang wafatnya Hafshah, sebagian riwayat mengatakan bahwa Sayyidah Hafshah
wafat pada tahun ke empat puluh tujuh pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Abu
Sufyan. Dia dikuburkan di Baqi’, bersebelahan dengan kuburan istri-istri Nabi
yang lain.
Pemilik Mushaf yang
Pertama
Karya besar Hafshah bagi Islam adalah terkumpulnya A1-Qur’an di tangannya
setelah mengalami penghapusan karena dialah satu-satunya istrii Nabi . yang
pandai membaca dan menulis. Pada masa Rasul, A1-Qur’an terjaga di dalam dada dan
dihafal oleh para sahabat untuk kemudian dituliskan pada pelepah kurma atau
lembaran-lembaran yang tidak terkumpul dalam satu kitab khusus.
Pada masa khalifah Abu Bakar, para penghafal A1-Qur’an banyak yang gugur
dalam peperangan Riddah (peperangan rnelawan kaum murtad). Kondisi seperti itu
mendorong Umar bin Khaththab untuk mendesak Abu Bakar agar mengumpulkan
Al-Qur’an yang tercecer. Awalnya Abu Bakar merasa khawatir kalau mengumpulkan
Al-Qur’an dalam satu kitab itu merupakan sesuatu yang mengada-ada karena pada
zaman Rasul hal itu tidak pernah dilakukan. Akan tetapi, atas desakan Umar, Abu
bakar akhirnya memerintah Hafshah untuk mengumpulkan Al-Qur’an, sekaligus
menyimpan dan memeliharanya. Mushaf asli Al-Qur’an itu berada di rumah Hafshah
hingga dia meninggal.
Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Hafshah. dan semoga Allah memberinya
tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.
- Buku Dzaujatur-Rasulullah, karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh.
Maimunah binti Harits Al-Hilaliyah
0 comments:
Post a Comment